Kita selalu memerlukan sebuah cermin untuk
menilai seberapa panjang rambut kita, seberapa banyak jerawat yang menghiasi
wajah kita, seberapa kedut kemeja yang kita pakai, atau sekadar memastikan
apakah hari ini letak telinga sebelah kiri adalah sama dan seimbang dengan
telinga sebelah kanan,dan sebagainya..
“Buruk
rupa, cermin dibelah.”
Kalimat sakti ini seolah menyindir mereka yang
enggan menerima sebuah kenyataan pahit bahawa pada dirinya terdapat perkara
yang (mungkin) bertentangan dengan nilai estetika mahupun etika manusia
kebanyakan, kerana pada kenyataannya cermin selalu jujur memantulkan objek
di depannya dan (atau) merefleksikan kembali tanpa hipokrit.
Saya menemui salah satu cermin yang
sebenarnya sudah Allah selipkan untuk kita temui sewaktu di saat-saat
tertentu ketika saya memerlukannya. Setiap tarikan nafas, menjelma
istighfar yang membawa saya kembali menemui kenyataan sejati bahawa diri yang
daif ini amat sangat lemah, kecil, dan hampir tak berarti.
Jika Nabi Muhammad SAW yang maksum dan
mahfudz beristighfar setiap hari kepada Allah sebanyak 70 kali dengan genangan
airmata.
Jika Abu Bakar pernah memegang
lidahnya sambil mengatakan “Lidah inilah yang menjerumuskan aku ke dalam
banyak lubang (kesalahan).” sehingga
dia sering menangis dan berharap boleh menjadi pohon yang dimakan dan dilumat
saja tanpa diminta untuk bertanggungjawab.
Jika Umar pernah didapati pada suatu malam
memukul kedua kakinya dengan kayu seraya berkata, ”Apa yang
sudah ku kerjakan hari ini.”
Jika Usman setiap kali berhenti pada suatu
perkuburan selalu menangis sehingga air mata membasahi janggutnya, demikian
juga halnya Ali yang sentiasa menangis kerana takut akan datangnya hari dimana
segala sesuatu akan diperhitungkan.
Mengapa saya tidak terganggu dengan
perkara itu? Hei… Apa yang terjadi dengan saya? Iblis mana yang
telah menyelitkan rasa ujub dan takabbur ke dalam rongga hati hingga tanpa
sedar diri ini seakan larut dan terbawa, bahkan memandang diri yang
lemah ini dengan kekaguman?
Saya bersyukur Allah telah mengirimkan
seorang sahabat di sepertiga malam terahir yang pada dirinya saya temukan
“cermin” yang dengan cermin darinya saya dapat melihat luka-luka yang ada
di dalam jiwa saya. Luka-luka yang selama ini mungkin telah saya abaikan.
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati kerana takut akan azab Tuhan mereka. Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang
tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun).
Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, kerana mereka tahu sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minuun: 57-60)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar