Sabtu, 20 April 2013

Disaat Cinta Meragukan Masa Depan


Bukannya ku tak mencintaimu, sungguh di hati ini ada kamu, di rindu ini hanya kamu yang mengisi. 
Ku ungkapkan ini bukan untuk menggugat cinta ini, apalagi menghujat takdir ini. Tapi keraguan ini selalu bernyanyi melantunkan seribu tanda tanya, yang sayangnya tanpa satupun jawabannya. Hanya waktu yang menjawab, hanya kepasrahan yang menggema.

Terkadang, cinta bagaikan impian yang indah. Asa yang menggelantung seakan tak sabar untuk mengakhiri kerinduan ini. Manisnya untaian kata seakan tak sabar untuk menetapkan hati. Sungguh terasa indah impian cinta ini.

Namun terkadang, cinta menggugah kesadaran. Bahwa cinta adalah realita. Cinta bukanlah fatamorgana yang menyejukkan jiwa. Cinta membutuhkan kepastian, bukan hanya hati yang pasti tapi banyak hal yang juga harus pasti.

Aku di sini sadar sepenuh hati bahwa aku bukanlah Fatimah Az-Zahra yang mau menerima apapun kondisi Sang Suami. Aku juga bukan Siti Khadijah yang mampu menopang sang pujaan hati dalam dakwahnya. Aku adalah aku yang terbiasa dimanja. Yang terbiasa dipuja. Yang terbiasa disayang. Yang terbiasa disediakan apapun yang aku mau.

Ketika kumelihat dirimu, ku tahu, cintamu tulus untukku. Rindumu selalu menyertaiku. Begitu juga dengan diriku. Tapi apakah hidup ini cukup hanya dengan cinta? Kulihat sekelilingku, kuamati sekitarku, dan kesimpulanku menyatu bahwa tidaklah cukup hanya dengan cinta. 

Cinta adalah masa depan. Cinta juga perbauran antara rasa, realita, masalah, konflik dan berbagai macam cobaan. Cinta bukanlah sekedar ungkapan jiwa, namun cinta adalah sekumpulan tiang yang menopang tegaknya sebuah rumah. Sayangnya, ku belum melihat adanya tiang-tiang yang dapat kau jadikan tonggak untuk membangun rumahmu selain hanya ada satu tiang yaitu rasa cintamu. Tapi bisakah hanya dengan itu kamu menegakkan rumahmu? 

Aku takut, karena aku wanita yang lemah, bahwa hanya dengan satu tiang, kamu tak sanggup mendirikan rumahmu yang disitu nantinya aku akan bersemayam. Jangankan kokoh menahan angin, dingin dan panasnya kehidupan tapi untuk tegak sebuah tiangmu saja akan sulit.

Sekarang aku di sini berbaur antara kelemahanku, kelembutanku, cita-citaku, cintaku, rinduku, sayangku, dan juga ketakutanku akan masa depanku bersamamu. Di sini aku memiliki dunia yang baru, dunia kerja yang di situ ternyata terlihat banyak wajah yang meronakan wajahku. Banyak wajah yang membuatku bersemu merah. Banyak wajah yang membuatku terpesona dan juga ternyata banyak wajah yang kupikir mampu memiliki tiang-tiang yang cukup untuk membangun rumah masa depanku.

Kehadiran wajah-wajah tersebut silih berganti datang dan pergi. Ada terbersit asa di hati. 

Bukan aku tak setia. Bukan aku tak cinta. Di hati ini hanya ada kamu sayangku. Tapi realita cinta juga berkata berbeda. Berbeda sekali dari apa yang kuduga sebelumnya. Kini aku beranjak dewasa, aku sudah punya kerja walaupun hanya sekedar kerja dengan segala ketidakpastian akan prospek kerjaku sendiri. Tapi realita juga mengatakan padaku bahwa hatiku nestapa dalam keraguan ini. 

Aku juga wanita biasa yang ingin dinikahi. Semakin lama kumenanti kupikir bukanlah semakin baik bagiku. Kerinduanku dan cintaku yang lama menunggu membuatku takut, jika ternyata sia-sia penantianku. 

Sekarang aku tak tahu harus berbuat apa. Yang kutahu sekarang aku bermain dengan takdir. Setiap kebingunganku muncul tanpa ada jawaban maka selalu kukatakan “Jalani ajalah hidup ini… Kalau jodoh juga nggak kemana”. Walau kutahu ungkapan ini hanyalah penghibur semata. Ungkapan ini hanyalah penipuanku atas suara hatiku. Kutulis ini bukan untukmu sayangku yang sedang berjuang untuk mencari modal masa depanmu. Tapi ku tulis ini agar sesak di dada berkurang dan berkurang.

Salam rindu dan cinta dariku yang mengharapkan pengertian darimu….!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar