Aku ingin berbicara mengenai kekecewaan.
Semua dari kita pasti pernah mendapatkan kekecewaan dari apapun, dari
siapapun, kapanpun dan dimanapun juga. Hemat saya, terlalu sombong dan
songong bagi orang yang tidak gegas mengakui bahwa dirinya kecewa dengan
alasan pemahaman yang bijak (atau mungkin? sengaja dibijakkan!).
Sebijak-bijak
apapun orang pasti mendapatkan kekecewaan atau ia sendiri mengecewakan
orang lain. Saya ingin membicarakan dulu apa itu kekecewaan? Sifat
kekecewaan memang sangat relatife karena ia selalu terkait dengan
subjektivitas (entah itu dalam pemikiran maupun perasaan) seseorang,
dengan ini bisa dikatakan bahwa kekecewaan bukan barang yang “objektiv”.
Kekecewaan adalah masalah pribadi.
Oleh karena itu kita akan mendapatkan
ada orang yang merasa kecewa tetapi orang lain tidak padahal penyebab
orang kecewa dengan penyebab orang yang tidak kecewa sama. Misalnya,
kesebelasan persib kalah dalam pertandingan melawan persikota. Bagi saya
hal itu biasa saja, tetapi mungkin bagi pelatih persib kekalahan itu
adalah suatu musibah besar. Kenapa hal itu bisa terjadi? Untuk membahas
lebih jauh saya ingin mengemukakan dulu arti kekecewaan secara bahasa.
Kecewa, menurut Kamus Besar Indonesia
Badudu-Zain, berarti tak puas/tak senang karena sesuatu yang diharapkan
tidak tercapai; kekecewaan adalah perasaan kecewa. Kembali kepada contoh
yang saya ungkapkan diawal, mengenai pertandingan persib. Kenapa
pelatih Persib kecewa melihat persib kalah. Pelatih merasa tak puas,
tidak senang karena sesuatu yang di harapkan itu tidak tercapai, apa
yang diharapkan pelatih? Kemenangan.
Karena sesuatu yang diharapkan, yaitu
kemenangan, tidak tercapai maka ia kecewa. Lalu kenapa saya tidak
kecewa? Karena saya tidak mengharapkan persib kalah dan juga tidak
mengharapkan persib menang, singkatnya saya tidak berharap apa-apa
ketika persib bertanding. Kenapa saya tidak mengharapkan apa-apa, sebab
memang, persib menang atau tidak, nggak ada urusannya dengan saya, nggak
ada hubungannya, nggak ada sangkut pautnya dengan kehidupan saya.
Intinya nggak bakalan merubah jalan hidup saya. Sekali lagi, yang kecewa
pada saat pertandingan persib, mungkin tidak hanya pelatih, tetapi
pemain, bobotoh, kru, managemen dan banyak lagi lainnya.
Saya ingin memberi catatan kondisi apa
saja orang bisa kecewa; a) ketika seseorang berharap, b) ketika ada
kaitan dengan dirinya (relasi itu bisa sifatnya ekonomis, biologis,
politis, histories atau kaitan lainnya lagi). Maka ketika kondisi
seseorang telah “mengidap” dua prasyarat itu, siaplah dia akan merasa
kecewa.
Prasyarat utama supaya orang merasa
kecewa adalah harapan, sekalipun sesuatu itu ada kaitan, ada hubungan
dengan dirinya namun dia tidak berharap pada sesuatu itu maka
dimungkinkan dia tidak kecewa. Misalnya saya, terhadap pertandingan
persib itu, kenapa saya tidak kecewa? Sebab saya tidak mengharapkan
apa-apa dari pertandingan itu sekalipun secara rasio saya memiliki
relasi dengan persib; dengan saya tinggal di bandung saya telah memiliki
relasi dengan persib. Tetapi nyatanya saya tidak kecewa, sebab relasi
yang saya bangun bukan relasi akrab yang dekat melainkan relasi yang
telah terkondisikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar